Gambar: Dokumen Pribadi |
Salam
Alamikum . . .
Apa
alasan kalian ketika memutuskan untuk mendaki gunung pertama kalinya? Bisa saya
tebak. Mungkin kalian ingin berfoto dengan background awan dan senja? Kemudian
kalian menulis catatan untuk kalian bagi –lebih tepatnya pamer- di medsos
kepada teman kalian? Kemudin menulis caption mainstream “kapan kesini bareng”
atau “Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan?” atau lagi “dapat salam nih”?
kemudian kalian berharap teman kalian membalasnya dengan like, atau komentar?
Kemudian me-taggar semua akun pendaki agar foto kalian disaksikan seluruh
masyarakat maya? Atau alasan lain?
Kalau jawaban kalian adalah yang terakhir, maka kalian tidak termasuk bagian dari orang-orang sepertiku. Sekarang kita urutkan dari awal. Saya sangat berharap catatan ini dibaca oleh kaum pendaki pemula. Mendaki gunung memang asyik. Butuh perjuangan pantang mengeluh. Tenaga yang kuat mengangkat carrier. Kaki yang angkuh berteduh. hati yang siap kecewa. Tentunya dengan biaya yang cukup menguras. Kenapa demikian? Kalian tidak akan pernah tahu nikmatnya sehat kalau belum mengalami sakit.
Sekarang pada inti pembahasan, perlengkapan yang harus dipersiapkan oleh pendaki pemula adalah Niat. Kalian pasti sudah tahu, niat adalah poros langkah kita. Niat adalah ijab kita dengan masa depan. Saya pernah menuis seperti ini, “berilah kesempatan kepada kakimu, maka akan ada surga di sepasang bola mata” artinya, niat kalian akan menentukan apakah hasilnya keindahan atau kekecewaan. Biarkan saja niat kalian berjalan, yang kalian harus takutkan adalah niat kalian diambil oleh orang lain. Kalau niat kalian ingin mendapat view foto yang bagus, kalian tidak perlu ke gunung.
Fisik.
Anak kecil berjalan merangkak, orang bodoh berjalan sembrono. Bodoh bukanlah
orang yang kurang pengetahuan, melainkan ia yang mengerti dan tidak melanjankan
pengetahuannya. Bagi yang belum tahu atau pernah sesekali membaca artikel
tentang gunung dan hutan, saya sarankan untuk tidak membacanya sebagai dongeng
atau mitos. Pengalaman pernah saya alami ketika melakukan pendakian ke merbabu
sebulan yang lalu. Salah satu dari rombongan kami sangat nglothok dengan
mindset merbabu adalah termasuk cocok bagi pendaki pemula. Namanya Latif, ia
hanya mengenakan sarung dan jaket. Tentu ini tidak sesuai dengan standar
keselamatan bagi pendaki. Ia menggigil hebat pada malamnya. Kami memang sengaja
membiarkan sebentar. Niat saya adalah mendidik. Sebelum pemberangkatan pun
semua kebutuhan sudah saya sampaikan. Sampai ia menggigil dan mengerang. Kami
tidak tega. Saya sudah memikirkan itu dan semua sesuai rencana. Fisik bukan
berarti tenaga lho, akal dan hati termasuk didalamnya. Tenaga adalah tentang
kebutuhan pribadi dan kelompok. Tenda, sleeping bag, matras, kompor, jaket,
sandal dan sepatu, tempat sampah, senter dan lainnya. Akal adalah tentang
prosedur pendakian, prosedur keselamatan, pengetahuan lingkungan, dan lainnya.
Hati adalah tentang persaudaraan, kekeluargaan, tolong menolong, dan jodoh
kalau ada yang beruntung.
Dan,
perlengkapan yang terahir adalah tujuan. Kalau pada pembahasan awal tadi,
tujuan kalian adalah lainnya, kalian adalah orang yang beruntung. Setiap tujuan
dan kehidupan kita adalah kepada Tuhan. Kalian akan menemukan sendiri tanpa
saya tulis di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
alamikum !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar