Profil Prabowo Subianto, Tokoh Militer Karismatik - Padepokan Alam

Breaking

Home Top Ad

Kamis, 10 Agustus 2023

Profil Prabowo Subianto, Tokoh Militer Karismatik

 Profil Prabowo Subianto, Tokoh Militer Karismatik




Prabowo Subianto, seorang politisi dan pengusaha Indonesia, juga dikenal sebagai mantan petinggi militer. Prabowo, yang merupakan pendiri Partai Gerindra, telah menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam beberapa putaran pemilihan sejak tahun 2004.

Meskipun Prabowo telah mencalonkan diri sebagai calon Presiden beberapa kali, upayanya selalu gagal dalam pemilihan presiden. Namun, saat ini ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Prabowo juga dikenal sebagai tokoh kontroversial selama masa reformasi 1998. Bagaimana kisah hidupnya?

Biografi Prabowo Subianto

Prabowo Subianto lahir dengan nama lengkap Prabowo Subianto Djojohadikusumo, dan ia memiliki pengalaman yang luas di berbagai bidang seperti militer, bisnis, dan politik dalam beberapa tahun terakhir.

Pada Pemilu 2019, ia diusung oleh Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) sebagai calon Presiden Republik Indonesia setelah gagal dalam pemilihan 2004, 2009, dan 2014 sebelumnya. Prabowo Subianto telah menghadapi banyak kontroversi selama kariernya di militer.

Masa Kecil Prabowo

Prabowo Subianto lahir pada tanggal 17 Oktober 1951, sebagai anak dari pakar ekonomi Indonesia pada zaman Soekarno dan Soeharto, Prof. Soemitro Djojohadikusumo. Ibunya, Dora Marie Sigar, berasal dari Manado.

Menurut laporan dari Tribunnews.com, Prabowo Subianto mengikuti keyakinan agama ayahnya, yaitu Islam, sementara adik dan kakaknya mengikuti keyakinan ibunya yang beragama Kristen Protestan dan Katolik.

Dilihat dari silsilah keluarga, Prabowo Subianto juga merupakan cucu dari Pendiri Bank Indonesia dan anggota BPUPKI untuk kemerdekaan Indonesia, yaitu Raden Mas Margono Djojohadikusumo.

Dalam keluarganya, Prabowo memiliki dua kakak perempuan bernama Bintianingsih dan Mayrani Ekowati, serta satu adik laki-laki yang sekarang menjadi pengusaha handal bernama Hashim Djojohadikusumo.

Prabowo mulai bersekolah di Sekolah Sumbangsih, Jakarta saat berusia lima tahun. Pada tahun 1957, saat pemberontakan PRRI terjadi, ayah Prabowo, Prof. Soemitro Djojohadikusumo, membawa seluruh keluarganya, termasuk Prabowo, mengungsi ke Padang dengan menggunakan pesawat Dakota DC-3.

Hidup yang Berpindah-Pindah

Pemerintahan Soekarno saat itu mencurigai Prof. Soemitro Djojohadikusumo terlibat dalam pemberontakan tersebut. Akhirnya, Prof. Soemitro Djojohadikusumo membawa seluruh keluarganya pindah ke Singapura pada tahun 1958.

Prabowo kemudian bersekolah di British Elementary School, Singapura. Namun, situasi politik di Singapura pada saat itu yang lebih memilih menjaga hubungan baik dengan Presiden Soekarno membuat Prabowo dan orang tuanya pindah ke Hongkong pada tahun 1962.

Di Hongkong, ayahnya mendaftarkan Prabowo dan saudaranya di Glenealy Junior School. Ayahnya membuka bisnis konsultan ekonomi di sana. Namun, Prabowo hanya tinggal dua tahun di sana dan pindah ke Kuala Lumpur, Malaysia.

Masa Remaja

Menurut beberapa sumber dalam biografi Prabowo Subianto, di Malaysia, ia bersekolah di Victoria Institute. Namun, konfrontasi antara Malaysia dan Indonesia terjadi pada tahun 1963. Prof. Soemitro Djojohadikusumo secara terang-terangan membela Indonesia, bangsanya sendiri, meskipun ia sering kali menentang Presiden Soekarno.

Prabowo dan keluarganya akhirnya pindah ke Zurich, Swiss. Di negara ini, Prabowo bersekolah di American International School dan mulai belajar bahasa Jerman dan Prancis. Namun, tidak lama setelah itu, Pemerintah Swiss menolak memberikan suaka politik kepada Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan keluarganya.

Akhirnya, Prof. Soemitro Djojohadikusumo membawa istri dan anak-anaknya, termasuk Prabowo Subianto, ke Inggris karena pemerintah Inggris bersedia memberikan mereka izin tinggal permanen di sana. Prabowo kemudian melanjutkan sekolahnya di American International School hingga tahun 1968. Setelah itu, Prabowo kembali ke Indonesia.

Masuk Sekolah Militer

Pada tahun 1970, Prabowo Subianto memulai karirnya saat mendaftar di Akademi Militer Magelang. Ia lulus pada tahun 1974 dari Akademi Militer, dan kemudian pada tahun 1976, ia ditugaskan sebagai Komandan Pleton Para Komando Grup I Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) dan terlibat dalam operasi Tim Nanggala di Timor Timur.

Prabowo Subianto kemudian menikah dengan Titiek, yang merupakan anak dari Presiden Soeharto. Pernikahan Prabowo dengan Titiek berakhir tidak lama setelah Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia.

Dari pernikahannya dengan Titiek, Prabowo dikaruniai seorang anak bernama Didiet Prabowo. Anaknya itu tumbuh besar di Boston, AS, dan sekarang tinggal di Paris, Perancis, di mana ia bekerja sebagai desainer.

Setelah kembali dari Timor Timur, karir militer Prabowo terus menanjak. Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teroris (Gultor) Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus).

Setelah menyelesaikan pelatihan "Special Forces Officer Course" di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggung jawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.

Jenderal yang Dikelilingi oleh Kontroversi

Prabowo Subianto terlibat dalam berbagai kontroversi dan dugaan pelanggaran HAM selama kariernya di militer. Pada tahun 1983, ketika masih berpangkat Kapten, Prabowo diduga terlibat dalam upaya penculikan sejumlah petinggi militer. Sasaran penculikannya termasuk Jenderal LB Moerdani, seperti yang diceritakan oleh Letjen Sintong Panjaitan dalam bukunya 'Perjalanan Prajurit Para Komando' yang diterbitkan oleh Kompas.

Dikutip dari Merdeka.com, upaya Prabowo ini digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Den 81/Antiteror. Prabowo sendiri merupakan wakil Luhut pada saat itu.

Pada tahun 1990-an, Prabowo diduga terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Pada tahun 1995, ia diduga menggerakkan pasukan ilegal atau pasukan "ninja" yang melakukan serangan terhadap warga sipil.

Peristiwa ini hampir mengarah pada konflik antara Prabowo dan Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, Komandan Korem Timor Timur saat itu, di kantor Pangdam IX Udayana, seperti yang dicatat dalam Buku Biografi Prabowo yang ditulis oleh Femi Adi Soempeno. Sejumlah lembaga internasional menuntut agar kasus ini dituntaskan.

Selain itu, menurut Femi Adi Soempeno, Prabowo juga dikaitkan dengan pengiriman pasukan "ilegal" ke Aceh. Namun, semua tuduhan ini dibantah oleh Prabowo. Pada akhir tahun 1995, Prabowo diangkat sebagai Komandan Jenderal Kopassus (Korps Pasukan Khusus).

Dalang Penculikan Aktivis 1998?

Pada tahun 1997, Prabowo Subianto diduga terlibat dalam penculikan dan penyiksaan sejumlah aktivis pro-Reformasi. Setidaknya 13 orang, termasuk seniman Teater Rakyat Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan Petrus Bima, hilang dan hingga kini belum ditemukan. Mereka diduga telah meninggal.

Tim Mawar mengakui bahwa mereka diperintahkan oleh Prabowo untuk melakukan penculikan terhadap sembilan aktivis, termasuk Haryanto Taslam, Desmond J Mahesa, dan Pius Lustrilanang.

Banyak dugaan bahwa Prabowo Subianto juga terlibat dalam Kerusuhan Mei 1998 berdasarkan temuan Tim Gabungan Pencari Fakta. Motif dugaan tersebut adalah untuk mendiskreditkan rivalnya, Pangab Wiranto, menyerang etnis minoritas, dan mendapatkan simpati dan wewenang yang lebih dari Soeharto jika dia berhasil meredakan kerusuhan tersebut.

Niat Kudeta?

Pada bulan Mei 1998, Prabowo melakukan insubordinasi dan berupaya menggerakkan pasukan menuju Jakarta, seperti yang disaksikan oleh BJ. Habibie dalam bukunya yang berjudul 'Detik-Detik Menentukan', serta kesaksian dari purnawirawan Sintong Panjaitan. Menurut Habibie, Prabowo juga menempatkan pasukannya di sekitar kediaman Habibie untuk mencoba kudeta.


“…Keputusan memecat saya adalah sah, Saya tahu, banyak di antara prajurit saya akan melakukan apa yang saya perintahkan. Tetapi saya tidak mau mereka mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin menunjukkan bahwa saya menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas posisi saya sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara, setia kepada republik.” Prabowo Subianto


Karena insubordinasi tersebut, Prabowo diberhentikan dari jabatannya sebagai Panglima Kostrad oleh Wiranto atas perintah Habibie. Masalah utama dalam kesaksian Habibie adalah bahwa sebenarnya pasukan yang mengawal rumah Habibie adalah atas perintah Wiranto yang saat itu menjadi Panglima ABRI, bukan Prabowo.

Pada pertemuan komando tanggal 14 Mei 1998, Panglima ABRI mengarahkan Kopassus untuk mengawal rumah-rumah presiden dan wakil presiden. Perintah-perintah ini diperkuat secara tertulis pada tanggal 17 Mei 1998 kepada komandan-komandan senior, termasuk Sjafrie Sjamsoeddin, Pangdam Jaya pada waktu itu.

Dalam buku biografinya, Prabowo menyatakan bahwa ia yakin ia bisa saja melancarkan kudeta selama kerusuhan pada bulan Mei tersebut. Namun, yang terpenting baginya adalah bahwa ia tidak melakukannya.

Menjadi Pengusaha Kertas

Dalam biografi Prabowo Subianto diketahui bahwa setelah meninggalkan karier militer, Prabowo Subianto memulai perjalanan sebagai seorang pengusaha mengikuti jejak adiknya, Hashim Djojohadikusumo.

Karir Prabowo sebagai pengusaha dimulai dengan membeli perusahaan kertas bernama Kiani Kertas, yang mengelola pabrik kertas di Mangkajang, Kalimantan Timur.

Perusahaan Prabowo Subianto sebelumnya dimiliki oleh Bob Hasan, seorang pengusaha yang dekat dengan Presiden Suharto. Prabowo Subianto membeli Kiani Kertas dengan menggunakan pinjaman sebesar Rp. 1,8 triliun dari Bank Mandiri.

Selain mengelola Kiani Kertas, yang sekarang dikenal sebagai Kertas Nusantara, kelompok perusahaan Nusantara Group yang dimiliki oleh Prabowo juga menguasai 27 perusahaan di dalam dan luar negeri. Usaha-usaha yang dimiliki oleh Prabowo bergerak di bidang perkebunan, tambang, kelapa sawit, dan batu bara.

Terjun ke Dunia Politik

Setelah sukses sebagai seorang pengusaha, Prabowo Subianto kemudian memulai karier politiknya dengan mengandalkan pengalaman dan reputasinya.

Calon Presiden 2004

Dalam biografi Prabowo Subianto diketahui bahwa ia mencalonkan diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvensi Capres Golkar 2004. Meskipun berhasil sampai ke putaran terakhir, Prabowo akhirnya kalah dalam pemilihan tersebut. Ia kalah suara dari Wiranto.

Calon Wakil Presiden 2009

Kemudian pada tahun 2009, Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai calon presiden pada pemilu 2009, namun akhirnya menjadi calon wakil presiden yang mendampingi Megawati sebagai calon presiden Republik Indonesia.

Pada saat itu, Prabowo mendirikan partai bernama Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) dan menggunakan partai tersebut sebagai kendaraan politik. Namun, hasil pemilihan umum menyatakan sebaliknya, pasangan Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subianto kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Calon Presiden 2014

Pada pemilu 2014, Partai Gerindra atau Gerakan Indonesia Raya mencalonkan Prabowo sebagai calon presiden. Ia memilih Hatta Rajasa dari Partai Amanat Nasional sebagai calon wakil presiden yang mendampinginya.

Hal ini didukung oleh beberapa partai yang membentuk koalisi yang dikenal sebagai Koalisi Merah Putih. Namun, dalam pemilihan presiden 2014, Prabowo Subianto kalah suara dari lawannya, Jokowi dan Jusuf Kalla.

Calon Presiden 2019

Pada tahun 2019, Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai calon presiden dalam Pemilu 2019. Kali ini, ia berpasangan dengan Sandiaga Uno sebagai calon presiden yang didukung oleh partai seperti Gerindra, PKS, PAN, dan lainnya.

Namun, ia kalah dalam perolehan suara dari pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin setelah hasil penghitungan suara diumumkan oleh KPU.

Menjabat sebagai Menteri Pertahanan

Setelah pemilihan umum presiden selesai, Presiden Joko Widodo menunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan Indonesia pada bulan Oktober 2019. Ia masuk dalam kabinet Indonesia Maju untuk periode 2019 hingga 2024.

Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo diketahui tidak menerima gaji sebagai menteri. Ia memilih untuk menyumbangkan penghasilannya kepada yayasan-yayasan seperti yayasan kanker, lembaga zakat, dan rumah ibadah.

Selama masa jabatannya, Prabowo juga banyak menghasilkan ekspor produk persenjataan Indonesia ke luar negeri melalui PT Pindad. Ia juga meningkatkan sistem persenjataan (alutsista) Indonesia dengan melakukan pembelian sistem peringatan rudal, pesawat, dan persenjataan berat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar